Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengungkapkan bahwa harga keekonomian dari Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi, khususnya jenis Pertalite (RON 90), bisa mengalami penurunan di bawah level yang dibanderol saat ini Rp 10.000 per liter.
Namun demikian, penurunan harga BBM Pertalite ini bisa dilakukan bila harga minyak mentah dunia juga mengalami penurunan.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Dirjen Migas) Kementerian ESDM Tutuka Ariadji mengatakan bahwa harga Pertalite bisa diturunkan di bawah Rp 10.000 per liter apabila harga minyak mentah dunia sudah menyentuh US$ 65 per barelnya.
“Kalau dugaan kami ya, antara dari (harga minyak mentah) US$ 65, kita harus berhitung, bahwa ini (Pertalite) memang sebetulnya harus diturunkan gitu ya. Kita lihat apakah harga minyak sudah US$ 65. Kalau belum, itu kayaknya sih belum (turun harga Pertalite),” jelasnya saat ditemui di Gedung BPH Migas, Jakarta, Senin (10/4/2023).
Seperti diketahui, harga minyak West Texas Intermediate (WTI) per hari ini, Senin (10/4/2023) terpantau melonjak hingga US$ 80,9 per barel. Sedangkan untuk jenis minyak Brent berada di angka US$ 85,22 per barel. Harga minyak saat ini kembali melonjak setelah pada pertengahan Maret lalu sempat menurun hingga di bawah US$ 70 per barel.
Lebih lanjut, Tutuka menjelaskan bahwa dengan harga minyak mentah yang melonjak hingga di atas US$ 80 per barel saat ini, maka BBM Pertalite masih membutuhkan guyuran subsidi dari Pemerintah.
“Kan naik lagi harga minyak US$ 80 lebih. Masih lebih, orang (harga) sampai US$ 70 sampai US$ 65 kita hitung kan. Tapi ini naik lagi harga minyak. Jadi tetap lebih diperlukan subsidi lah,” tambahnya.
“Ya ya ya, kita akan berhitung,” jawab Tutuka saat ditanya apakah harga jual Pertalite bisa sampai di bawah harga jual yang berlaku saat ini apabila harga minyak kian menurun hingga US$ 65 per barel.
Sebelumnya, masih belum turunnya harga BBM Pertalite ini sebelumnya juga sempat diperkirakan oleh Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro. Komaidi mengatakan, hal itu disebabkan oleh harga keekonomian Pertalite masih berada jauh di atas harga jual Pertalite saat ini.
Dia menyebut, harga keekonomian Pertalite saat ini masih di kisaran Rp 12.000 – Rp 13.000 per liter. Sementara harga jual BBM Pertalite di SPBU saat ini masih sebesar Rp 10.000 per liter.
“Kalau (harga) Pertalite-nya kayaknya belum (turun) kemungkinan. Karena hitung-hitungannya kan kan masih di atas Rp 10.000 ya. Meskipun mungkin tidak sejauh kemarin, tapi masih di angka Rp 10.000 mungkin ya. Kalau lihat yang RON yang sama di pelaku lain ya mungkin masih Rp 12.000 sampai Rp 13.000 rangenya,” paparnya kepada CNBC Indonesia belum lama ini.
Komaidi mengatakan, ada beberapa hal yang membuat harga BBM bersubsidi jenis Pertalite sulit untuk turun. Pertama, karena harga keekonomian RON 90 yang masih lebih mahal dari harga Pertalite saat ini yang dibanderol Rp 10.000 per liter.
Kedua, Komaidi menyebutkan faktor lainnya yang turut mempengaruhi adalah kapasitas fiskal. Seperti diketahui, BBM Pertalite merupakan Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP) yang turut menggunakan keuangan negara dalam menyokong subsidi tersebut.
Pasalnya, pemerintah akan membayarkan kompensasi selisih antara harga keekonomian dengan harga jual BBM di SPBU kepada PT Pertamina (Persero) yang mendapatkan penugasan penyediaan BBM Pertalite.
“Faktor lainnya saya kira lebih ke kapasitas fiskal,” ujarnya.
Dia menjelaskan, jika harga keekonomian jauh lebih mahal dibandingkan harga jualnya, maka beban subsidinya akan semakin besar.